Review Novel Lovely Heist by Prisca Primasari

Judul : Lovely Heist
Penulis : Prisca Primasari
ISBN : 978-602-6682-21-5
Tahun Terbit : April 2018
Penerbit : Inari
Halaman : 432
Harga : Rp. 94.000 (Harga P. Jawa)
Blurb :

“Kalau satu-satunya cara untuk menyelamatkan Frea dengan mencuri, saya akan melakukannya”

Padahal Liquor sedang berulang tahun, tetapi dia malah mendapat ‘kado’ yang sangat mengerikan. Kado yang mengancam nyawa Frea, gadis yang dicintai Liquor dan akan segera dinikahi olehnya.

Maka, dimulailah misi Liquor untuk menyelamatkan Frea. Bersama Night—yang sialnya juga mendaat ‘kado serupa—Liquor dan Frea bertolak ke Inggris demi misi tersebut. Di Stratfordd-Upon-Avon, Bibury, dan London, mereka menemui rangakaian kejadian gelap, manis, lucu, menegangkan, menyakitkan, serta berhadapan dengan maas lalu yang tak henti-hentinya menghantui Liquor.
Berhasilkah mereka menyelesaikan misi itu?

***

Cerita ini melanjutkan cerita pertamanya, Love Theft dimana setting cerita diambil 4 tahun kemudian setelah Liquor dan Night memasuki penjara. Tepat pada bulan November tanggal 7, Liquor dan Frea mendapatkan kenyataan bahwa Frea dan Akiko–istri Night–telah diracuni oleh Gift dan Harker ketika mereka berdua berkunjung ke rumah Gift untuk merayakan Ulang Tahun Gift. Harker mengatakan bahwa Akiko dan Frea akan mendapatkan penawar racun Sleeping Beauty jika Liquor dan Night mencuri cincin ruby Pigeon’s blood milik seorang model bernama Wihelmina Putri. Liquor dan Night yang sudah bertekad untuk tidak mencuri lagi memutuskan untuk melanggar janjinya demi menyelamatkan wanita-wanita yang mereka cintai. Siapa yang menyangka kalau masalah yang mereka hadapi lebih rumit dari yang mereka bayangkan. Menyusuri kota London, Stratfod-Upon-Avon, dan Bibury, Frea, Night, dan Liquor mengajak pembaca untuk bertualang mendapatkan cincin Pigeon’s blood yang konon memiliki mitos bahwa siapapun yang memakai cincin itu akan terikat selamanya dengan seseorang yang mencintainya.

Satu hal yang saya rasakan ketika selesai membaca novel ini. Menyesal. Menyesal kenapa saya harus menyelesaikan cerita ini secepat itu. Menyesal kenapa saya memutuskan membaca cerita ini lebih awal dari yang saya rencanakan; padahal, saya selalu berprinsip bahwa save the best for the last. Menyesal kenapa cerita ini terasa singkat.

“Sebesar apapun kau mencintai seseorang, menunggunya untuk waktu yang lama bukanlah sesuatu yang bisa membuatmu bahagia”—hal. 54

Biasanya saya memang selalu merasakan hal-hal itu kalau membaca novel, tapi tidak pernah sedalam ini. Baiklah, saya mulai berlebihan. Tapi serius, ini adalah novel pertama yang saya tahu kalau saya akan re-read langsung tanpa nunggu jeda diselingin novel lain. (Novel TBR saya ada banyak, dahal) Abisan saya gak bisa move on dari novel ini. Saya bahkan sedih banget waktu tahu kalau cerita mereka udah selesai. Sedih karena saya gak akan nginkutin lagi cerita Liquor ama Night (Berharap ada aja cuplikan side story-nya atau apa. Hihi). Di novel ini juga hampir semuanya adalah scene favorit saya. Hehe, bahkan Harker dan Gift sekalipun.
Ada beberapa hal yang mau saya ungkapkan soal buku ini.

“Harker dulu pernah bilang, aku dan Liquor adalah siang. Dan Night adalah malam. Bagaimana mungkin siang didahului tanpa malam?”—hal. 422

Karakter:
Ada yang berbeda dari Liquor. Dia terlihat lebih manis tapi lebih sendu juga. Liquor di buku inu lebih complicated menurut saya. Kalau mengutip ucapan Frea “Liquor selalu membuatku terkejut.” dan saya setuju. Walaupun begitu saya lebih suka Liquor di buku ini, karena karakternya kuat sekali, menurut saya. Walaupun pembaca akan melihat Liquor dari sudut pandang Frea tapi pembaca akan lebih mengenal Liquor lebih baik lagi. Apa yang dia rasakan, apa yang dia mau, apa yang dia takuti, apa yang membuatnya bahagia dan sedih. Liquor yang sekarang pun lebih terbuka akan perasaanya pada Frea walaupun tetap mempertahankan dinding pertahanannya tentang apapun yang bersangkutan dengan orangtuanya.
Saya makin menyukai Night. Sama halnya dengan Liquor, pembaca akan menemukan hal yang berbeda dari Night. Dia tetap laki-laki cantik, tetap menjadi seseorang yang berkepala dingin dalam situasi apapun, tapi siapa yang menyangka Night memiliki sisi “Menakutkan” juga. Night selalu membuat saya emosional. Segala apapun yang bersangkutan dengan Night dan Liquor memang selalu se-emosional itu. Dari buku pertama, Night memang jelas-jelas bersikap manis dan lembut pada Akiko, dan di buku ini lebih kelihatan lagi. Kalau kata Frea “Aku akan selalu me reply adegan mereka” karena memang manis banget. Dan inilah yang ngebuat saya emosional. Bagaimana perasaan Night pada Akiko dan sebaliknya.

Frea tetap menjadi orang yang tidak percaya pada dirinya sendiri, walaupun di buku ini jelas Frea ingin membuktikan bahwa dia bisa menjadi “seseorang” terlepas dari kehidupan bermain biolanya. Frea selalu buat saya geregetan bahkan dari buku pertama. Frea ini tipe orang yang menurut saya selalu berada dalam masalah. Entah itu dengan orang lain atau dengan dirinya sendiri.
Terlepas dari tiga tokoh utama di cerita ini, karakter pendukung serta karakter antagonis di buku ini pun pencuri perhatian. Sebut saja Tarantula dan Prue. Mereka mungkin telah menjadi pasangan favorit saya selain Liquor-Frea dan Night-Akiko. Walaupun mereka memang tidak dibahas banyak di novel in tapi jujur saja pasangan ini sudah mencuri perhatian saya dari jauh hari ketika side story tentang Tarantula muncul. Entah kenapa saya langsung suka mereka. Begitupula Harker dan Gift. Dua tokoh antogonis di sini pun membuat saya terkagum-kagum. Bahkan saat mereka itu jahat, saya tetap mengerti kenapa mereka melakukan itu, tetap menguras air mata ketika kisah mereka diceritakan.

“Terkadang, untuk bisa bertahan hidup, manusia perlu berpura-pura dirinya sudah mati, alih-alih masih hidup.”—hal.341

Plot
Alur di buku ini linear atau alur maju, menceritakan dari beberapa bulan sebelum Liquor dan Night keluar dari penjara sampai ending yang menurut saya manis banget. Over all, konflik di cerita ini menurut saya lebih complicated lagi daripada yang buku pertama, jauh lebih tegang, lebih manis, lebih lucu, lebih sweet, dan lebih lebih lebih segalanya. Kalau bisa dibilang cerita ini ngalahin rasa cinta saya pada buku Paris dan Kastil Es dan Air mancur yang Bedansa. Semua hal di buku ini menurut saya benar-benar sesuai dengan porsinya, tidak berlebihan. Hal yang membuat saya terkesan adalah bagaimana penulis membuat tulisan yang harusnya bener-benar tegang menjadi sedikit rileks karena hal-hal yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Yang disayangkan menurut saya adalah bagian klimaks ketika Tarantula datang. Menurut saya, kedatangan dia tidak berpengaruh sama sekali. Tapi mungkin ini karena penulis ingin menunjukkan kalau Tarantula belum benar-benar menghilang.
Ada satu hal yang sedikit janggal di buku ini, yaitu di halaman 373 disebutkan bahwa Harker memandang kedua tanganya, padahal dikatakan Harker hanya memiliki satu tangan. Entah mungkin yang dimaksud penulis adalah lengan atau bagaimana, tapi hal itu tidak mengganngu, tentu saja.

Terlepas dari itu semua, buku ini benar-benar berhasil menaik-nurunkan emosi saya. Di satu waktu saya akan tersenyum bahkan tertawa tapi tidak lama kemudian saya akan berkaca-kaca. Yap, cerita ini banyak part sedihnya, menurut saya. Entah karena saya yang emang baperan atau bagaimana tapi saya sering sekali berkaca-kaca. Apalagi kalau menyangkut Liquor dan masa lalunya. Tokoh favorit saya di cerita ini sepertinya Harker, haha. Saya kagum aja, sih, ama dia. Kalau saya yang ada di posisi dia, mungkin saya gak bisa sekuat Harker.

Kalau saya disuruh memilih satu scene favorit, kayaknya saya gak bisa karena saya menyukai semua hal yang ada di buku ini. Dari awal sampai akhir adalah scene favorit saya. Jujur, saya gak pernah benar-benar mencintai satu cerita sebesar saya mencintai cerita ini. Maksud saya cerita yang dibuat oleh penulis Indonesia. (Harry Potter belum bisa dikalahin, btw). Saya bahkan rasanya sulit kalau harus meminjamkan buku ini pada orang lain. Hehe. Intinya saya menyukai cerita ini.

Saya gak akan ragu ngasih 5 of 5 bintang untuk cerita ini. Cerita ini benar-benar cocok untuk semua orang. Apalagi untuk kalian yang menyukai cerita romance-action.

“Liquor sudah lama mencuri hatiku. Dan sebentar lagi, pencuri in iakan mencuri segalanya dari diriku. Dan itu tidak apa-apa.”—hal. 425.

Tinggalkan komentar